Jakarta (MetroIndonesia.co) — Asia Tenggara adalah sebuah wilayah yang kaya akan sejarah. Namun bagi banyak negara di kawasan ini, Kolonialisme adalah peristiwa yang tak dapat dihindari. Dari Belanda, Portugis, Spanyol, hingga Inggris pernah menginjakkan kaki di sana, dan tentu saja untuk menjajah serta mengeruk seluruh kekayaan alamnya, termasuk Indonesia.
Menurut catatan sejarah, Indonesia ada di bawah kekuasaan Belanda berlangsung selama kurang lebih 350 tahun. Mereka menerapkan kerja rodi dan membunuh siapa saja yang berani membangkang.
Kini dalam sebuah buku berusia 140 tahun, dijelaskan bagaimana kehidupan Indonesia saat dijajah Belanda. Semuanya digambarkan dalam rangkaian soal matematika tingkat dasar, sama seperti soal matematika pada masa kini yang menggabungkan situasi kehidupan nyata dengan hitungan.
“Tidak, ini bukan tentang angka. Buku ini menceritakan lebih banyak tentang manusia sehari-hari, kehidupan sehari-hari orang pada titik yang berbeda dalam waktu. Ini memberi kita pandangan seluruh dunia tentang masyarakat, budaya dan orang-orang,” tulis Johari dalam posting Facebook-nya seperti dilansir dari KUMPARAN.
Buku matematika berjudul “Beberapa Hitoengan” abad ke-19 yang ditulis dengan gaya bahasa Belanda khas Indonesia ini pertama kali di-upload oleh seorang pengguna Facebook bernama Khir Johari. Ditulis oleh R. Brons Middel dan diterbitkan di Batavia oleh Gowernemen Publishing pada 1881.
Penjabaran dalam buku ini masih menggunakan bahasa Indonesia ejaan tempo dulu atau yang belum disempurnakan dengan banyak menggunakan ejaan oe, j dan y. Salah satu contohnya adalah penggunaan kata “Malajoe” sebagai pengganti kata “Melayu”.
Kendati kata “Melajoe” terdengar seperti bahasa China, apalagi dengan menekankan kata “joe”, namun sebenarnya kata ini diucapkan Mala-yo. Dalam bahasa Indonesia yang belum disempurnakan, huruf ‘j’ dilafalkan seperti huruf ‘y’. Ini juga berlaku dalam bahasa Jerman.
Pertanyaan yang ada dalam buku ini banyak membahas soal keterampilan dasar berdagang, seperti profit, hingga menyentuh masalah yang lebih kompleks seperti menghitung keuntungan, sewa bulanan, pinjaman dan cicilan, pengeluaran harian rumah tangga, harga grosir dan eceran poin serta upah kerja.
Beberapa teks juga menyinggung soal konsep ‘merantau’, atau berkelana mencari nafkah, meninggalkan kampung halaman untuk mencari rezeki di tempat lain. Ini tampaknya menjadi hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat nusantara, dan sejatinya, konsep ini masih relevan hingga saat.
Budaya migrasi memang telah menjadi hal yang lazim dilakukan oleh masyarakat Asia Tenggara. Bukan karena tidak setia terhadap leluhur atau tanah kelahirannya, melainkan lebih ke upaya untuk memperbaiki hidup menjadi lebih baik lagi dan untuk membahagiakan keluarga.
Buku juga membahas soal perbedaan orang pedesaan dan perkotaan. Perbedaan ini tertera pada penyebutan kepada orang desa yang dipanggil ‘orang kampoeng’. Begitu pula dengan kesetaraan gender, di mana wanita pada masa itu diperlakukan tidak adil.
Salah satu masalah yang ditampilkan dalam buku adalah soal kesenjangan upah kerja antara laki-laki dan perempuan, di mana kaum perempuan selalu digaji lebih rendah ketimbang laki-laki.
Bagaimanapun, buku matematika kuno telah memberikan wawasan luas tentang Indonesia masa lampau. Bagi kamu yang tidak suka matematika, mungkin kamu akan penasaran pada nilai historis yang tercantum pada buku ini.