Jakarta (Metro Indonesia) – Lembaga kajian The Indonesian Institute menilai dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pilkada, yaitu Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII, menjaga kedaulatan rakyat dalam proses demokrasi di tanah air.
Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksono saat dihubungi di Jakarta, Rabu, menjelaskan Putusan MK Nomor 60 membuka jalan untuk pencalonan kandidat-kandidat alternatif selain mereka yang dicalonkan koalisi partai politik besar yang saat ini terbentuk selama tahapan Pilkada 2024.
“Kemarin ada kekhawatiran dalam Pilkada 2024, kontestasinya akan hanya muncul calon-calon yang didukung koalisi besar versus kotak kosong. Nah, dengan adanya putusan MK ini diharapkan kontestasi akan semakin dinamis,” kata Arfianto.
Dia melanjutkan sebelum Putusan MK Nomor 60 itu dibacakan, Selasa (20/8), kandidat-kandidat yang diusung partai politik sebagian besar mereka yang dianggap favorit atau memiliki elektabilitas tinggi dalam hasil-hasil survei. Padahal, dia menyebut partai politik sepatutnya mengusung calon-calon berdasarkan prinsip meritokrasi, rekam jejak, dan pengalaman mereka.
“Partai-partai yang ada terutama partai-partai di parlemen hanya ingin memastikan kemenangan saja dengan membuat koalisi besar, tetapi tidak memberikan alternatif-alternatif pilihan,” kata dia.
Walaupun demikian, Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute itu juga mengingatkan partai-partai politik yang saat ini berkesempatan mengusung calon jangan menggunakan kesempatan itu untuk “berdagang suara”.
“Jangan sampai itu juga terjadi, padahal seyogianya dengan adanya putusan MK ini harus diikuti proses-proses yang baik juga. Kami soroti proses rekrutmen politik yang baik berdasarkan meritokrasi, transparan, dan jelas,” kata Arfianto seperti dikutip dari ANTARA.
Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora untuk sebagian terkait ambang batas pencalonan kepala daerah dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Mahkamah menyatakan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur.
Artinya, ambang batas (threshold) partai atau gabungan partai untuk mengusung bakal calon kepala daerah paling sedikit 7,5 persen, dan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD juga dapat mengusung bakal calon kepala daerah.
(Sm/MI)