Jakarta (Metro Indonesia) – Program makan bergizi gratis (MBG) yang dilaksanakan oleh pemerintah akhirnya dimulai pada Senin (6/1/2025). Salah satu hal yang menjadi sorotan banyak pihak adalah apakah program ini benar-benar bisa menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak atau tidak.
Ahli gizi Dr dr Tan Shot Yen, MHum menuturkan terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi agar menu dari program MBG berkualitas baik untuk masyarakat.
Faktor pertama yang harus diperhatikan adalah bagaimana kuantitas makanan secara porsi dan kalori diatur dengan baik. Ia memberikan contoh jumlah makanan yang diberikan pada anak tentu berbeda dengan makanan yang diberikan pada ibu hamil.
Selain itu, menurutnya program MBG juga harus memerhatikan metode Hazard Analysis Critical and Control Point (HACCP) atau pengelolaan keamanan dari makanan. Ia menuturkan ada setidaknya lima poin dalam HACCP yang harus bisa dipenuhi agar makanan yang sampai pada penerima dalam kondisi baik dan berkualitas.
“Pertama saat bahan pangan itu dipilih. Jadi jangan sampai bahan pangan yang akan diolah adalah bahan pangan yang sudah busuk misalnya. Busuk itu berarti bukan cuma dagingnya, tapi bawang merahnya dah busuk, jahenya dah busuk nggak karuan,” kata dr Tan dalam media briefing bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dilansir dari Detik.com, Rabu (8/1/2025).
Faktor selanjutnya adalah bagaimana bahan baku makanan itu dipilih dan disimpan, serta bagaimana racikan bumbu-bumbu itu dibuat. dr Tan menuturkan bahwa produsen makanan harus bisa menyediakan tempat penyimpanan berupa gudang atau lemari pendingin yang baik, sehingga keamanan mutu makanan dapat terjaga.
Setelah penyimpanan dan peracikan bumbu, dr Tan mengingatkan bagaimana proses makanan dibuat juga sangat penting.
“Selanjutnya adalah bagaimana ketika barang bahan pangan itu setelah diracik, kemudian dimasak. Bagaimana cara masaknya? Tentu pepes, dibikin woku, diarsik, dibakar dengan bungkusan daun, dibikin sop bikin kuah itu tentu jauh lebih baik daripada digoreng, misalnya seperti itu,” tambahnya.
Faktor terakhir yang harus diperhatikan menurut dr Tan adalah bagaimana makanan yang sudah jadi didistribusikan. Produsen dan distributor makanan harus bisa memperhitungkan durasi perjalanan, penyimpanan, hingga akhirnya makanan itu sampai di tangan anak.
Ia menuturkan makanan di suhu ruang sebaiknya tidak boleh melebihi waktu 2 jam. Menurut dr Tan, makanan yang disimpan di suhu ruang selama lebih dari 2 jam lebih berisiko terkontaminasi.
“Kita mengetahui bahwa di suhu ruangan, selama 2 jam ke atas, maka risiko makanan terkontaminasi bakteri dan tumbuhnya bakteri dan jamur itu sudah terjadi. Sebab antara suhu 5 derajat-60 derajat celsius, itu adalah suhu kritis,” tandasnya.
(Sm/MI)