Ramalan Terbaru PD 3, Bakal Pecah di Sini

Bagikan

Jakarta, (Metro Indonesia) – Dunia mulai dilanda sejumlah peperangan dan eskalasi militer. Perang-perang yang terjadi, mulai dari Timur Tengah hingga Eropa, telah menarik sejumlah negara adidaya dalam polarisasi yang baru.

Jurnalis senior yang mengamati isu Internasional, Nick Giambruno, menjelaskan bahwa polarisasi yang terjadi telah mengulangi kembali perang proksi, layaknya yang terjadi di Vietnam dan Korea. Dalam sebuah artikel di Doug Casey International Man akhir pekan ini, Giambruno memaparkan ada 3 perang proksi besar yang dapat memicu perang dunia ketiga (PD 3).

Berikut tiga daftar perang proksi yang dapat membawa dunia dalam PD3 sebagaimana dipaparkan Giambruno, dikutip Rabu (31/5/2024).

1. Taiwan
Baru-baru ini, China menggelar latihan militer dua hari di sekitar Taiwan, yang diberi nama Joint Sharp Sword-2024A, sebagai respons atas apa yang disebutnya sebagai tindakan separatis Taiwan. Latihan ini melibatkan angkatan udara dan angkatan laut China yang mengepung pulau Taiwan sepenuhnya dengan kapal dan pesawat tempur.

Banyak yang percaya bahwa latihan ini adalah latihan untuk invasi. Apalagi, unjuk kekuatan ini dilakukan tepat setelah Presiden baru Taiwan, Lai Ching-te, menjabat. Lai pernah menyatakan dukungannya terhadap kemerdekaan Taiwan.

Ancaman perang ini telah menyeret konflik terbuka antara China dan Amerika Serikat (AS), yang membekingi Taiwan. Keduanya merupakan salah satu kekuatan nuklir dan ekonomi terkuat di muka bumi.

Giambruno menilai bahwa Washington saat ini mencoba menahan untuk meningkatkan eskalasi lebih lanjut. Ia berpandangan eskalasi sedang ditahan karena China dapat mengimbangi setiap langkah AS dan sekutunya hingga perang nuklir habis-habisan.

“Mempertimbangkan semuanya, China tampaknya memiliki keuntungan dan akan menyatukan kembali Taiwan dalam waktu yang tidak terlalu lama,” ucapnya.

“Saya pikir China, dan dengan demikian BRICS+, akan menang dalam perang proksi penting Perang Dunia 3 ini. Jika itu terjadi, kemungkinan besar akan mengubah lanskap geopolitik Asia Timur secara permanen,” tambahnya.

2. Ukraina
Ukraina telah menjadi arena pilihan NATO untuk menghadapi Rusia selama bertahun-tahun. AS, yang merupakan patron NATO, telah menghabiskan miliaran dolar untuk mencampuri urusan Ukraina jauh sebelum konflik saat ini pecah pada bulan Februari 2022.

Giambruno memperkirakan AS telah menghabiskan sekitar US$ 5 miliar untuk “demokratisasi” di Ukraina sebelum tahun 2022. Dana ini diberikan lewat USAID, National Democratic Institute, dan International Republican Institute, serta organisasi non-pemerintah seperti Freedom House, George Soros’ Open Society Foundations, dan National Endowment for Democracy.

“Semua itu berpuncak pada penggulingan pemerintahan pro-Rusia yang korup di Ukraina pada tahun 2014, yang digantikan oleh pemerintahan pro-AS yang korup. Hal itu menabur benih konflik saat ini,” tuturnya.

Pada 2024 ini, Giambruno meramalkan bahwa Ukraina tampaknya mencapai titik kritis, dengan mencatatkan kemunduran serius di medan perang karena Rusia terus-menerus memperoleh wilayah. Rusia kini memiliki momentum dan inisiatif.

Pendanaan AS juga mulai menipis. Para pemilih Amerika dan Eropa semakin lelah dengan perang karena rakyat biasa berjuang melawan ekonomi yang lesu dan inflasi yang meningkat.

“Singkatnya, tidak banyak lagi yang dapat dilakukan NATO dan sekutunya untuk membalikkan keadaan bagi Ukraina. Mereka tidak dapat campur tangan secara langsung. Rusia telah jelas bahwa mereka akan memandang hal itu sebagai deklarasi perang langsung dan terbuka, yang dapat menyebabkan pertukaran nuklir,” ucap Giambruno.

NATO sejauh ini masih terus memasok senjata untuk Ukraina. Hal ini ditanggapi Presiden Rusia Vladimir Putin, yang akan mulai memasok senjata ke negara-negara yang berkonflik dengan AS dan negara-negara NATO lainnya.

“Sekarang, semoga AS dan sekutunya mengalami sendiri penggunaan senjata Rusia secara langsung oleh pihak ketiga,” kata Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia yang juga mantan presiden, Dmitry Medvedev.

Dengan begitu, Giambruno menyebut tampaknya penyelesaian yang dinegosiasikan yang sebagian besar menguntungkan Rusia pada akhirnya akan tercapai. Jika tidak demikian, ia berharap Rusia akan terus memperoleh kemenangan yang stabil agar eskalasi berhenti.

“Apa pun itu, saya yakin Rusia akan menang melalui kemenangan di medan perang atau penyelesaian yang dinegosiasikan secara menguntungkan,” tegasnya.

3. Timur Tengah
Giambruno berargumen dengan China-Rusia berada di atas angin, NATO yang dipimpin AS akan melakukan perlawanan terakhir mereka untuk menggagalkan munculnya tatanan dunia multipolar. Hal ini akan terjadi di Timur Tengah.

“Saya pikir Timur Tengah akan menjadi medan pertempuran yang menentukan siapa yang memenangkan PD3 dan akan membentuk tatanan dunia baru,” tegasnya.

Timur Tengah sendiri akhir-akhir ini diketahui dalam situasi yang panas. Ini terjadi setelah pecahnya konflik antara Israel dan kelompok penguasa Gaza Palestina, Hamas.

Konflik yang telah menewaskan sekitar 40 ribu warga sipil Palestina itu telah mengundang atensi dari kelompok milisi pro Iran, yang merupakan rival nomor satu Israel. Kelompok seperti Hizbullah di Lebanon dan Houthi di Yaman telah meluncurkan serangan pada Israel agar Tel Aviv menghentikan serangan ke Gaza.

Di sisi lain, AS masih terus berupaya menyokong Israel. Negeri Paman Sam masih mengundang Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu untuk datang ke Washington seraya memberikan lampu hijau bagi Tel Aviv untuk mendapatkan senjata buatannya.
(Sumber : CNBC Indonesia)