Gunungkidul (Metro Indonesia) — Kalurahan Jurangjero Kapanewon Ngawen pada akhir Tahun 2024 mendapat proyek pekerjaan BKK Pemda DIY dari Dinas Perindustrian, Koprasi, dan Usaha Kecil Menengah dan Tenaga Kerja dengan nilai total anggaran kurang lebih 300 jutaan. Nilai tersebut terbagi untuk 3 dusun yaitu, Dusun Purworejo berupa talut, Dusun Nologaten berupa cor rabat beton, dan Dusun Kaliwuluh berupa cor rabat beton.
Tetapi dalam pelaksanaannya Lurah Jurang Jero mengendalikan sepenuhnya terkait uang upah pekerja. Dalam papan nama pekerjaan padat karya yang tidak terpasang hingga saat ini jelas ada juknis rincian HOK untuk 31 pekerja yang diprogramkan selama 18 hari kerja. Dengan total upah HOK senilai Rp. 44.658.000. Dengan dimensi volume pekerjaan, panjang : 164 meter, lebar : 3 meter, dengan tinggi : 10 cm.
Namun dalam prakteknya Lurah Suparno mengendalikan pekerjaan proyek tersebut bisa dianggap sesukanya dan tidak mengikuti juknis yang hal tersebut ada bagian masyarakat yang menduga Lurah bermain dalam giat padat karya tersebut untuk mencari keuntungan pribadi.
Lurah Suparno mengatakan telah melakukan penambahan material berupa 5 rit pasir dan split serta nambah beli semen 186 sak untuk cor rabar beton di Dusun Nologaten Kalurahan Jurangjero.
“Masyarakat sudah setuju dan tidak mempermasalahkan untuk penambahan pekerjaan hingga lebih dari 200 meter. Maka saya tambah belanja semen 186 sak dan 5 rit pasir dan split,” kata Lurah Suparno saat ditemui di Kantor Kalurahan Jurangjero pada Kamis, (16/1/2025).
Ia juga menjelaskan bahwa HOK yang tidak diberikan ke-31 pekerja yang ada dalam daftar absensi tersebut sudah kesepakatan warga. Dalam prakteknya padat karya di Dusun Nologaten dikerjakan oleh warga dari 3 dusun yang terlewati dan terhubung ke dusun setempat.
“Upah yang diberikan Ke dusun yang ikut bekerja bervariasi, ada yang diberi uang kas Rp. 2.500.000, ada yang Rp. 4.000.000, dan ada yang diberi Rp.3.000.000. sisanya untuk membeli material berupa pasir dan split 5 rit, semen 186 sak. Untuk memberi upah dukuh Nologaten Rp.2.000.000, serta untuk 2 dukuh masing-masing 700 ribu, untuk beli peralatan kerja, sewa molen, dan untuk konsumsi,” tegas Lurah.
Lurah jelas-jelas menepis jika dianggap korupsi dari pekerjaan padat karya di kalurahannya. Bahkan ia mengatakan anggaran untuk upah pekerja 41 juta lebih habis bahkan ia bilang malah nombok.
Sementara itu dihari yang sama Dukuh Nologaten mengakui jika telah terima Rp.2.000.000 sebagai upahnya ia bekerja. Terkait penambahan material, dukuh tahu jika ada penambahan pasir, split dan semen, tapi jumlah persisnya ia tidak tahu.
“Memang lurah belanja pasir, split dan semen, tapi pastinya saya tidak tahu berapa yang lurah belanja. Soal upah Rp.2.000.000 memang benar saya terima karena saya bekerja,” tandas Dukuh Hardi saat ditemui di Rumahnya, (16/1).
Dukuh Hardi, juga menyampaikan jika waktu pencairan pada bulan Desember 2024 ia menerima uang sejumlah Rp.44.658.000, tetapi ia serahkan ke lurah karena diminta. Ia tidak berani menolak karena merasa sebagai bawahan lurah.
“Uang itu semua diminta oleh lurah, saya tidak berani menolak karena sebagai dukuh itu bawahan lurah,” katanya.
Ia juga mengatakan bahwa pekerja sejumlah 31 orang dari 3 dusun tersebut tidak ada yang terima upah. “Sepengetahuan saya ada yang diberikan ke kas dusun dan persisnya berapa saya tidak tahu,” tepis dukuh.
Dilain sisi Dukuh Purworejo Gunanto menyampaikan lewat pesan Whatshapp bahwa didusunya juga ada pekerjaan padat karya berupa pekerjaan talut. Tetapi ia menjalankan sesuai juknis yang ada, semua pekerja sejumlah 31 dengan 18 hari kerja orang ia bayar sesuai daftar upah.
“Ongeh.. untuk pekerja di padat karya kami tetap di upahkan mas sesuai mereka bekerja,” kata Dukuh Gunanto.
(Sm/MI)