WOW! Korupsi di Pertambangan Timah Bernilai Fantastis, Rugikan Negara Rp. 271 Triliun

Bagikan

Jakarta, MetroIndonesia.co – Wow, lagi-lagi berita heboh menyita perhatian publik, korupsi besar di pertambangan timah melibatkan dua crazy rich ikut terserat kasus dugaan korupsi tata niaga timah PT Timah Tbk, untuk periode 2015-2022. Mereka adalah Harvey Moeis dan Helena Lim, akibat kejadian ini Negara dirugikan mencapai Rp. 271 Triliun.

Melansir situs Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA), Harvey merupakan presiden komisaris PT Multi Harapan Utama (MHU), yang beroperasi di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

Harvey Moeis mulai dikenal publik karena menikah dengan artis bernama Sandra Dewi, Ia dikenal sebagai pengusaha batu bara, dan kemudian menikah pada November 2016 lalu di Jakarta. Setelah menjalin hubungan selama tiga tahun, seminggu usai pemberkatan, keduanya melangsungkan resepsi pernikahan di Disneyland Tokyo, Jepang.

Sandra dan Harvey memiliki dua orang anak. Salah satu anak mereka, Raphael Moeis, sempat menjadi sorotan publik karena mendapat hadiah jet pribadi saat ulang tahun yang pertama.

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua orang tajir ini sebagai tersangka. Harvey Moeis dan Helena Lim pun langsung ditahan di Rutan Salemba, Jakarta Pusat, untuk 20 hari kedepan demi kepentingan penyelidikan.

Adapun peran Harvey Moeis dan Helena Lim, diduga berperan dalam penyaluran uang berkedok CSR dari perusahaan pelaku tambang liar. Dalam hal ini, Harvey menerima uang dari sejumlah perusahaan yang difasilitasi oleh Helena Lim.

Dalam konferensi pers, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Kuntadi, Rabu kemarin (27/3/2024).

“Diserahkan kepada yang bersangkutan dengan cover pembayaran dana CSR yang dikirim para pengusaha smelter ini, kepada HM (Harvey Moeis) melalui QSE yang difasilitasi oleh tersangka HLN (Helena Lim),” kata Kuntadi.

Kuntadi menjelaskan Harvey menjalin hubungan dengan Direktur Utama PT Timah, yakni MRPT, pada 2018-2019 hingga membuat kesepakatan terkait pertambangan liar.

Harvey mampu melakukan itu karena merupakan perpanjangan tangan dari PT RBT, sehingga bisa berkomunikasi dengan Direktur Utama PT Timah. Kesepakatan terjalin usai beberapa kali pertemuan antara Harvey dengan MRPT.

“Akhirnya disepakati bahwa kegiatan akomodir pertambangan liar tersebut adanya di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah,” kata Kuntadi.

Setelah ada kesepakatan, Harvey menghubungi beberapa perusahaan lain untuk ikut terlibat dalam kegiatan pertambangan liar.

“Yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud,” ucap Kuntadi.

Harvey ingin mendapat imbalan. Dia kemudian meminta pihak smelter menyisihkan sebagian keuntungannya. Lalu, keuntungan itu diserahkan kepada Harvey dengan dalih pembayaran dana CSR.

Dalam proses inilah ada kaitan antara Harvey dengan Helena Lim. Perusahaan-perusahaan terkait memberikan uang kepada Harvey yang difasilitasi Helena Lim.

Dalam kasus ini, Kejagung menduga terdapat pelanggaran yang dilakukan terkait kerja sama pengelolaan lahan PT Timah Tbk dengan pihak swasta secara ilegal.

Hasil pengelolaan itulah yang kemudian dijual kembali oleh pihak swasta kepada PT Timah Tbk sehingga berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga Rp271 triliun.

MI/ Red