Buruh Jatim Turun ke Jalan Gelar Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM

Bagikan

Surabaya, (Metro Indonesia) — Massa buruh dan pekerja dari sejumlah kota di Jawa Timur akan melakukan aksi demonstrasi menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Aksi bakal digelar di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu (31/8).

Ketua DPW FSPMI Jatim Jazuli mengatakan massa buruh berasal dari Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Pasuruan, Tuban, Probolinggo, Jember, Lumajang dan Banyuwangi.

Mereka akan mulai berangkat dari daerah masing-masing untuk bertemu di titik kumpul utama di Jalan Frontage Ahmad Yani pukul 12.00 WIB untuk kemudian bergerak bersama ke Gedung Negara Grahadi.

“Tuntutan demo buruh kali ini yaitu, kami menolak dan mengecam rencana Pemerintah yang akan menaikkan harga BBM,” kata Jazuli.

Menurutnya, kenaikan harga BBM berpotensi mengakibatkan lonjakan inflasi yang diprediksi bisa tembus di angka 6,5 persen.

“Kenaikan harga BBM akan mengakibatkan inflasi yang tajam, dan harga pertalite yang rencananya dipatok Rp.10.000, akan membuat inflasi tembus di angka 6,5 persen, saat ini inflasi sudah 4,9 persen,” ucapnya.

Jazuli menyebut lonjakan inflasi bisa berdampak ke pelemahan daya beli masyarakat. Apalagi sudah tiga tahun berturut-turut ini buruh pabrik tidak naik upah minimumnya.

“Kenaikan harga BBM yang tidak diimbangi dengan kenaikan upah, sampai 5 tahun mendatang karena UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja (omnibus law) akan membuat daya beli terpuruk anjlok hingga 50 persen lebih,” ujarnya.

Mereka khawatir, jikka harga BBM naik, maka hal itu akan berdampak pada bengkaknya biaya produksi perusahaan. Buntutnya akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.

“Harga BBM yang naik, juga akan membebani biaya produksi perusahaan, tentu perusahaan akan melakukan efisiensi dengan mem-PHK buruh,” ucap Jazuli.

Menurutnya, pemerintah juga tidak bisa membandingkan harga BBM di Indonesia dengan negara lain tanpa melihat income per kapitanya.

“Tidak tepat jika alasan kenaikan Pertalite dan solar subsidi karena untuk kelestarian lingkungan. Faktanya masih banyak industri-industri besar yang masih memakai batu bara dan diesel,” kata dia seperti dikutip dari CNN.

Ia menilai, ada sekitar 120 juta pengguna motor dan angkutan umum yang merupakan kelas menengah ke bawah, mereka akan sangat terbebani dengan kenaikan harga BBM bersubsidi.

“Kami menyarankan agar pemerintah memisahkan pengguna BBM subsidi dan non subsidi. Misalnya, sepeda motor dan angkutan umum tidak mengalami kenaikan harga BBM bersubsidi, kemudian untuk mobil di atas 2005 harus memakai BBM non subsidi, karena orang kaya rata-rata tidak menggunakan mobil tua,” usulnya.

Selain itu, pihaknya juga mendesak Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansaagar merevisi penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jatkm tahun 2022 yang dituangkan dalam Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor: 188/783/KPTS/013/2021 tanggal 20 November 2021, serta lakukan pembahasan ulang tanpa menggunakan PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Buruh juga menyoroti kinerja Disnakertrans Jatim. Pasalnya banyak laporan pelanggaran-pelanggaran hak normatif buruh yang tak kunjung diselesaikan oleh Pengawas Disnakertrans Jatim.

(SMd/MI)