MetroIndonesia.co – Jumlah kasus virus corona di Ekuador, Amerika Latin, menjadi dua kali lipat atau sekitar 22 ribu kasus pada Kamis (23/4/2020). Padahal sebelumnya pemerintah melaporkan kasusnya di bawah 12 ribu dan total kematian 560 orang.
Namun terungkap bahwa ada kemungkinan jumlah kematian mencapai 1.028 karena belum dilakukan tes. Artinya, Ekuador sebuah negara berpenduduk 17,5 juta telah melampaui Chili dan Peru, sehingga saat ini Ekuador menjadi negara yang paling parah kedua di Amerika Latin.
Dikutip dari AFP, angka ini hanya kalah dari Brazil, di mana ada 50 ribu kasus dan lebih dari 3 ribu yang meninggal. Tercatat Brazil yang memiliki kasus terparah memiliki penduduk sekitar 210 juta.
Cerita penyebaran virus corona di Ekuador terjadi pada Februari, yang diduga berasal dari seorang bernama Bella Lamilla pensiunan guru (71) atau disebut sebagai “Patient Zero”. Dia tinggal di Spanyol dan hendak pulang kampung ke Guayaquil, Ekuador.
Dokter Esteban Ortiz Prado, medical investigator, yang membantu pemerintah mengatasi pandemic menceritakan bagaimana virus corona tersebut menyebar.
“Di kampung halaman dia mengunjungi keluarganya, dia sempat ke klinik karena merasa sakit. Dia merasa buruk dan harus dilarikan ke ICU, 5 hari kemudian dia dinyatakan positif dan dua dokter dari klinik tersebut juga positif karena tak ada orang yang tahu tentang hal itu,” katanya sebagaimana dimuat New York Times.
Inilah kasus pertama yang telah menyebar secara masif, pada 27 Februari dokter di sana positif karena terpapar dari pasien. Selanjutnya, 13 hari kemudian Bella menginfeksi banyak orang termasuk banyak keluarganya, 3 diantaranya meninggal termasuk dirinya.
“Total ada 17 orang yang terkonfirmasi positif, namun kita tak pernah tahu budaya di Ekuador sebelum virus menyebar ke banyak orang. Kami kehilangan jejak penyebaran,” ujarnya.
Kembali ke Bella Lamilla, setelah tiba di kampung halamannya, dia sempat menginap di rumah keponakannya Cassandra, di Babahoyo.
“Dia tak pernah tahu tentang penyakit yang dibawanya. Tante saya disalahkan terhadap penyebaran virus di Ekuador,” ujar Cassandra.
Bella Lamilla bukan satu2nya pembawa kasus yang terjadi di sana. Setidaknya ada enam penerbangan lain dari Madrid ke Guayaquil diwaktu yang sama saat dirinya tiba di Bandara.
Selanjutnya banyak wisatawan yang datang melakukan test dan dinyatakan positif.
“Dia mengatakan kepada kami saat penerbangan merasa agak demam. Banyak orang di peenrbangan itu menunjukkan gejala seperti bersin. Setibanya dia di Bandara tidak ada protokol pemeriksaan di manapun,” katanya Cassandra lagi.
Dokter Esteban menambahkan lagi, jika permasalahan utama adalah kita tidak bisa mengetahui jejak orang-orang yang datang dari Bandara, sehingga dua minggu pertama setidaknya hampir seluruh pasien datang dari Bandara.
Banyak minggu yang terlewat dan tanpa bisa mengontrol pandemi tersebut di sana. Tepatnya 2,5 minggu setelah Bella Lamilla terdiagnosa positif, Ekuador menyatakan penutupan wilayah alias lockdown.
Dua minggu lagi setelahnya, Guayaquil menjadi salah satu wilayah dengan penyebaran virus corona terbanyak di Amerika Latin.
“Ini benar saat pertama kali wabah ini, kita belajar dari kesalahan apa yang kita perbuat,” Menteri Kesehatan di Ekuador, Dr Juan Carlos Zevallos.
Dia menyarankan kepada pemerintah agar melakukan tes dan mencari jejak pasien. Namun dia juga menyalahkan kepada pendatang dan meminta untuk tidak tinggal sementara waktu.
“Equador sedang bersiap, dengan melakukan segala cara secepat mungkin. Namun orang-orang tersebut tidak mendengarkan kami, dan tidak mengetahui batasan yang diberlakukan,” ujarnya.
Seperti kebanyakan kota di Amerika Latin, populasi di Guayaquil adalah pekerja formal. Artinya, tetap di rumah artinya adalah tidak bisa makan. Inilah yang menjadi faktor RS di Guayaquil penuh dan kamar mayat kelebihan kapasitas.
“Pagi ini ada yang meninggal di depan pintu rumah sakit. Di sini setiap orang yang di dalam mati,” ujar seorang warga.
Kini pemerintah dilanda dilema, bagaimana mengubur ribuan jenazah yang menumpuk setelah kasus kematian Lamilla. Data kematian resmi dari pemerintah Ecuador berkisar ratusan, tetapi tim forensik kepolisian mencatat ada ribuan yang meninggal.
(CNBCIndonesia)